Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam melindungi Hak Asasi Manusia bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang turut dalam penandatanganan konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas. Selain itu, disahkan juga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

Pergeseran penyebutan cacat menjadi difabel merupakan bentuk perubahan paradigma yang terus berkembang hingga kini. Semula melihat Penyandang Disabilitas melalui pendekatan spiritualisme, yang mana Penyandang Disabilitas dianggap sebagai hukuman/dosa akibat perbuatan yang menyalahi norma masyarakat atau agama. Lalu berkembang menjadi dianggap sebagai orang yang sakit, lalu berkembang menjadi bagian dari warga negara yang memiliki hak untuk hidup (civil rights model) dan terakhir muncul bahwa difabel adalah bagian dari masyarakat. Paradigma inilah yang meyakini bahwa Penyandang Disabilitas dengan kondisinya yang berbeda tidak bisa diekslusifkan keberadaannya, namun perlu mewujudukan kondisi yang inklusif di Indonesia.

Penyandang Disabilitas menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 diartikan sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Penyandang Disabilitas memiliki berbagai keterbatasan yang tidak dimiliki masyarakat non disabilitas. Dengan keterbatasannya, Penyandang Disabilitas ingin mengembangkan dirinya melalui kemandirian yang bermartabat, memiliki hak dan akses yang sama dalam pelayanan publik, dan inklusivitas dalam berbagai aspek pembangunan Indonesia (wawancara dengan salah satu penyandang disabilitas pada 14 November 2019).

Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Penyelenggaran Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan publik berasaskan c. kesamaan hak, g. persamaan perlakuan dan j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Selain itu Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 juga menyebutkan bahwa penyelenggara berkewajiban memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini masyarakat tertentu salah satunya yaitu kelompok Penyandang Disabilitas.

Terdapat indikator yang digunakan dalam mengukur kepatuhan Instansi Penyelenggara terhadap standar pelayanan publik di dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pelayanan publik bagi masyarakat berkebutuhan khusus, salah satunya tentunya kelompok Penyandang Disabilitas. Tentu hal ini merupakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah Indonesia untuk mendorong penyelenggara layanan lebih peka terhadap pemberian pelayanan bagi Penyandang Disabilitas.

Untuk itu, diperlukan pemahaman yang sama oleh penyelenggara pelayanan publik tentang kedudukan Penyandang Disabilitas dalam pelayanan publik dengan menggunakan pendekatan inklusif bagi Penyandang Disabilitas dalam pelayanan publik di Indonesia.

 

Skip to content