Bappeda Jawa Tengah menginstruksikan pembangunan daerah harus sesuai dengan program Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satunya adalah kota layak huni (liveable city) untuk semua masyarakat, khususnya penyandang disabilitas

Bappeda meminta pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Tengah berdiskusi untuk menyusun indeks kota yang ramah terhadap penyandang disabilitas untuk kehidupan yang inklusif. Apalagi, kabupaten dan kota  di Jawa Tengah termasuk yang rawan terhadap bencana seperti banjir, longsor, gempa bumi, dan letusan gunung berapi. “Kami harus memastikan orang-orang yang menyandang disabilitas dilatih dan disiapkan untuk bisa mengantisipasi kondisi bencana,” ujar Kepala Bappeda Harso Suliso, ST, MM, Rabu (3/5/23) di Ruang Rapat Lantai II Bappeda Jateng.

Untuk meningkatkan inklusi dalam konteks urban competitiveness (daya saing perkotaan), diperlukan pengembangan kota seperti smart city. Kota pintar atau smart city ini bukan hanya terkait dengan pengembangan dari sisi teknologi informasi (IT), melainkan juga infrastructur pintar lainnya (smart infrastructure).  Smart infrastructure ini erat kaitannya dengan transportasi publik. Kepala Bappeda mencontohkan bus-bus kota yang ada, hendaknya menyediakan akses untuk orang berkursi roda. Perlu adanya landasan untuk pengguna kursi roda dan ditempatkan dalam posisi khusus penyandang disabilitas.

Selain itu, bangunan-bangunan yang berdiri di perkotaan juga memiliki akses yang memudahkan penyandang disabilitas. Menurut Kepala Bappeda Jateng , setiap bangunan yang memiliki lebih dari satu lantai harus menyediakan lift atau elevator. Memang hal ini harus dilakukan perlahan, tetapi paling tidak kantor-kantor pemerintahan atau pelayanan masyarakat menjadi pionir dalam melakukan hal ini. “Kami akan terus memonitor sudah seprogresif apa (kota ramah disabilitas tersebut),” ujar Harso Susilo.

Bappeda Jawa Tengah menginstruksikan pembangunan daerah harus sesuai dengan program Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satunya adalah kota layak huni (liveable city) untuk semua masyarakat, khususnya penyandang disabilitas

Bappeda meminta pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Tengah berdiskusi untuk menyusun indeks kota yang ramah terhadap penyandang disabilitas untuk kehidupan yang inklusif. Apalagi, kabupaten dan kota  di Jawa Tengah termasuk yang rawan terhadap bencana seperti banjir, longsor, gempa bumi, dan letusan gunung berapi. “Kami harus memastikan orang-orang yang menyandang disabilitas dilatih dan disiapkan untuk bisa mengantisipasi kondisi bencana,” ujar Kepala Bappeda Harso Suliso, ST, MM, Rabu (3/5/23) di Ruang Rapat Lantai II Bappeda Jateng.

Untuk meningkatkan inklusi dalam konteks urban competitiveness (daya saing perkotaan), diperlukan pengembangan kota seperti smart city. Kota pintar atau smart city ini bukan hanya terkait dengan pengembangan dari sisi teknologi informasi (IT), melainkan juga infrastructur pintar lainnya (smart infrastructure).  Smart infrastructure ini erat kaitannya dengan transportasi publik. Kepala Bappeda mencontohkan bus-bus kota yang ada, hendaknya menyediakan akses untuk orang berkursi roda. Perlu adanya landasan untuk pengguna kursi roda dan ditempatkan dalam posisi khusus penyandang disabilitas.

Selain itu, bangunan-bangunan yang berdiri di perkotaan juga memiliki akses yang memudahkan penyandang disabilitas. Menurut Kepala Bappeda Jateng , setiap bangunan yang memiliki lebih dari satu lantai harus menyediakan lift atau elevator. Memang hal ini harus dilakukan perlahan, tetapi paling tidak kantor-kantor pemerintahan atau pelayanan masyarakat menjadi pionir dalam melakukan hal ini. “Kami akan terus memonitor sudah seprogresif apa (kota ramah disabilitas tersebut),” ujar Harso Susilo.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content